Rabu, 28 Maret 2012
dear ayah, tenanglah. jangan kau pergi dulu. aku ingin meminta wkatumu walau sebentar saja. tenanglah aku sudah menyadari semuanya. aku sudah tahu apa yang kau mau dariku, dan aku tahu apa yang harus aku lakukan. tenanglah aku takkan mengusikmu. aku takkan bangunkan engkau dimalam yang gelap lagi. aku takkan bangunkan engkau tuk temaniku mengisi waktu luangku. aku takkan membangunkan engkau tuk dengarkan peluhku. tenanglah, ayah ini yang terakhir. mungkin jika ku ingin jujur. aku takut akan lakukan lagi. tapi aku akan mencoba untuk tak melakukannya. tenanglah surat ataupun obrlan ini untuk yang terakhir. seseorang telah bangunkan aku dari masa kelamku, seseorang telah tegur aku tuk berbalik arah agar tak tersesat, seseorang telah sadarkan aku dan temukan jiwaku di alam yang tak ku ketahui. aku snagat berterima kasih padanya, dimanapun ia berada aku sangat dan benar-benar berterima kasih padanya. Ia memang benar tak seharusnya ku eratkan tali semu pada batu karang yang hatinya takkan habis dimakan api. aku begitu jahat. maafkan aku. tenanglah aku mohon tenanglah, janganlah begitu. ini yang terakhir. aku takkan mengulanginya. apapun yang terjadi dikehidupanku nanti, aku yakin itulah jalanku. lilin itu harus tetap utuh meski api lelehkan tubuhnya. aku bisa tanpamu. yakinlah, percayalah, dan tenanglah. ini yang terakhir.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar