manunduk dan terdiam. ingin kurebahkan senyuman
bukan tuk menertawakan, sekedar berbagi ketenangan,
kala tak pahami bahasa jiwa, kala sulit tuk mengerti anggun lekukannya.
kala senja datang sangat awal dipagi ini.
kala patahnya sayap merpati putih
air yang tertuang dibumbui rasa kecerobohan, meluap kesegala arah.
terkontaminasi dengan segala yang ada, keruh
tersadar, aku telah meneguk ludah sendiri.
bagaimana pohon yang tumbuh semakin tinggi,
sedangkan akarnya tanpa disadari terus memecah bumi kedasarnya,
lewati lorong dan celah kecil didalamnya, seakan menyayat kulit bumi sedikit demi sedikit
dengan tajamnya kelalaian.
itu memang diriku.
yang lebih suka memotong seiris demi seiris karang rapuh.
yang lebih suka memetik bunga dikala mekar, hingga takkan ada yang ketahuinya
yang lebih suka menuai benih layu ditanah yang gembur
yang lebih suka hentikan laju bintang tuk berkelip dalam indahnya malam
yang lebih suka sembunyikan terang bulan, agar takkan ada harapan
yang lebih suka melihat langit yang hitam legam, menjerat mentari tuk bersinar.
aku telah terjerat, dibalik jeruji kegelapan,
ia berharap aku kan tinggal lama. menemaninya sampai temukan titik akhir kesunyian
ia berharap aku kan tetap disini, memilih disini, menutup lembar putih.
bebaskan merpati putih, yang telah lama kulukai.
maafkan jiwa hitam ini, tak seharusnya kuikuti ketulusan yang tak kusadari telah hidup.
sejak lama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar