"akhirnya selesai juga." mengusap keringat.
"apanya yang selesai sih, itu lukisan-lukisannya belum ditempel, ayo cepet." ujar mama.
"aduh mama, aku tuh capek."
"ayo sebentar saja."
kami baru pindah rumah. awalnya kami tinggal di Jakarta. tapi karena papa dipindah kerja jadi aku dan mama pun ikut-ikutan. kami pindah ke kota Yogyakarta. lumayan betah soalnya banyak hal yang menarik, unik, dan baru disini. cukup tak membosankan. disini mama pun membuka sebuah usaha kecil-kecilan. karena ia sangat pintar memasak jadi mama meminta izin papa untuk membuka sebuah catering. papa pun mengizinkannya. mama juga mengerjakan sekitar 5 pekerja untuk membantunya. aku? aku didaftarkan ke sebuah sekolah yang tak jauh dari rumah. lumayan juga, fasilitasnya cukup memadai. setelah kulihat-lihat. aku pun punya teman-teman baru. terkadang aku tak mengerti apa yang mereka katakan. terkadang mereka menggunakan bahasa jawa. yang sangat asing bagiku. diantara teman-teman yang sudah ku ketahui aku mengenal dekat salah satu teman yang bernawa Tiny. dia baik sekali. dia rajin, lembut, pintar, cantik, baik, dan sopan. aku suka dengan kehidupanku yang baru ini.
"woy, lempar bolanya cepat" teriakan para siswa yang sedang berolah raga dengan logat jawa yang kental.
"hey kok bengong? ono opo? crita lah sama aku." Tiny mengagetkan aku.
"hmm, gak bengong. cuman ngelamun. hahhaa." tertawa kecil.
"Tiny itu siapa?" menunjuk ke seorang siswa perempuan yang sudah lama tak pernah ku lihat dia bersosialisasi dengan teman sekitarnya.
"Oh, itu. mm, dia itu Sari. jarang banget ngobrol. diem terus. tiap kali aku lihat dia pasti lagi ngelamun, diem, pokoknya jarang banget ngobrol kayak gini. tapi dia nda kalah pinter lho." jelasnya.
"oh, ayu ya." ujarku. "wualah tau juga kau bahasa jawa." kagetnya. "dikit-dikit hahaa." tertawa kecil.
"Mamaa, aku pulang." melepas sepatu. "Cepet makan, laper yah." menghampiri. "heemm."
"Gimana sekolahmu?" tanya mama saat kami berdua sedang makan siang.
"gitu deh, sama kayak di Jakarta cuman aku suka gak ngerti sama obrolan mereka." sambil mengunyah.
"nanti kamu juga bakal terbiasa. Oh iya, tadi papa bilang katanya gak bakal pulang. ada kunjungan mendadak diluar kota." jelas mama. "iya." jawabku singkat.
tak terasa kami menetap di Yogyakarta sudah 6 bulan. setengah tahun. sekarang papa jarang ditugaskan ke luar kota. aku senang sama halnya mama. oh iya, karir mama yang baru pun alhamdulillah lancar. semakin membaik ia menambah 2 pekerja untuk menyelesaikan pesanan para pelanggan. hubungan aku dengan Tiny pun semakin membaik kami seperti adik kakak, kemana-mana pasti berdua. aku cukup tau luas tentang daerah Yogyakarta. berkat Tiny. ia sering mengajak sekaligus mengenalkan aku pada beberapa tempat disini. aku semakin betah saja. di suatu hari ....
"mama, mama, bangun. mama, mama bangun mama, mamaaaaaaa." jeritanku disertai tangisan yang menderai di pipi ketika mama dibawa ke rumah sakit oleh sebuah ambulance, papa ikut menemani mama. aku terpaku dipinggir jalan depan rumahku. senja yang gelap,
"hey, jangan menangis aku disini. "seorang menghampiriku.
"Tinyyyy," aku memeluknya erat-erat. "Tiny ibuku sakit. aku tak tahu apa yang terjadi padanya. dia tak memberitahu aku. aku tak tahu, aku ingin ibuku pulang." menangis. "sudahlah kawan, jangan seperti ini, lebih baik kita berdoa untuk ibumu yah, ayo masuk." nasihatnya.
"aku akan menemanimu, aku akan menginap?" tawarnya.
"itu sangat baik, dan itu yang kuharapkan. aku kesepian Tiny." jawabku. "baiklah tak apa. semuanya akan baik saja."
kebetulan, besok adalah hari minggu. jadi dia bisa menginap dirumahku. Keesokan harinya ...
"Tok-tok-tok, Tinggg-Tongggggg." seseorang berada didepan pintu.
"siapa?" sambil membuka. "Papa" memeluknya. "bagaimana keadaan mama, Pa?" tanyaku.
"Tak apa. Papa kesini mau jemput kamu. kamu mau liat mama mu kan?" tawarnya. "ehmm." mengangguk.
Tiny pulang ke rumahnya. Ia meminta maaf tak bisa menemaniku menjenguk mama. Ia harus membantu Ibunya karena Ia mempunya banyak adik yang harus ia temani ketika ibunya bekerja. papa mengantarnya pulang. "Papa apa itu mama?" tanyaku. papa hanya mengangguk. "mama pucat sekali," mencium tangan mama. aku kembali menangis. setelah lama menemaninya walaupun tak kunjung siuman. "papa lupa papa harus membawa beberapa pakaian mama." ujarnya. "tak apa papa, biar aku saja yah yang ambilkannya. papa disini saja menemani mama aku takut ada apa-apa, dan aku takut aku tak bisa lakukan apa-apa." ujarku. "baiklah hati-hati, ini kamu naik taksi saja yah."
sampai dirumah. aku bergegas ke kamar tidur mama dan papa. ku buka lemari dan mengambil beberapa pakaian. karena sikap ku yang tergesa-gesa tak sengaja aku menemukan sebuah kotak yang baru ku lihat. "Apa ini?" ujarku. "mmhmm, mama tak pernah memperlihatkan ini padaku. kotak aneh." celotehku. ketika ku simpan, dan melanjutkan untuk mengemas pakaian mama. aku penasaran. rasa ingin tahu ku begitu dahsyat. ketika ku buka ternyata...
awalnya, aku tak percaya. aku sangat tak percaya. aku terkejut sangat terkejut. beberapa foto diriku sewaktu kecil ada disana. tapi ...
"Marsya.. marsyaaaaa.. kamu dimana nak,? marsyaaa," suara papa.
"Marsya!!!!! apa yang terjadi? papa resah papa pikir kamu kenapa-napa." memegang pundakku.
"marsya? katakan pada papa apa yang terjadi padamu? ayo bicara nak, " tegas papa.
aku dan papa duduk di sofa ruang keluarga. kami terdiam. hening, sunyi, namun air mataku terus mengalir deras. aku tak percaya dengan semua yang telah ku lihat.
"Papa minta maaf Marsya." ujarnya. "Tapi papa tak usah membohongiku seperti ini. lama sekali kalian membohongi aku." tegasku. "tapi kami pikir bukan saatnya."
"Bukan saatnya apa Papa? Kini, ku sudah kelas 2 SMA, apakah papa tak lihat? aku sudah dewasa. aku sudah besar.!!!!! Aku sudah bisa tuk mengerti akan hal seperti ini!!!! mengapa papa tak memberitahuku sejak ku duduk di bangku SMP??? saat itu pun aku sudah mengerti untuk hal ini!!!!"
"aku tak percaya papa." rasa kesalku mulai muncul. "Ma..maa... maaf Marsya. Kami berdua tak ingin kehilangan kamu. kami sangat menyayangimu dan mencintai kamu." menatapku dalam-dalam. Aku lari menuju garasi, dan segera mengayuh sepedaku. "Marsya!! kembali cepat!!" teriaknya.
ini malam yang sangat buruk. aku bingung aku tak tahu harus pergi kemana. aku kini sebatang kara aku tak punya siapa-siapa. Terlintas dipikiranku ...
"Tok-tok-tok." ketukan pintu.
"siapa? HAH !!!!! Marsya, kenapa kamu malam-malam begini kerumahku?" tanya Tiny.
aku kembali memeluknya erat-erat. "Hey kawan, ono opo? cerita sama aku." mengusap air mataku.
"aku pengen nginep dirumahmu boleh?" tanyaku.
"masuklah, pimtu rumahku terbuka untukmu." tersenyum.
"Jadi begitu ya, ternyata kamu ini bukan anak mereka." nada semakin lemah.
"aku sedih Tiny, aku merasa dibohongi. kenapa mereka tak bilang sejak dulu? agar aku bisa cari tahu kelargaku yang asli." nada semakin tinggi.
"belum terlambat kamu punya banyak waktu untuk mencarinya. Yowes, kamu istirahat jih," ujar Tiny.
"aku gak ngantuk Tin" mimik bingung. "tak apa kalo gitu. ekh iya, gimana sama ibumu? kondisinya membaik? maaf aku tanya ini."
kaget. aku lupa!! mamaku sedang dirawat. ia sakit!!!
menatap Tiny "mungkin dia gak butuhin aku." jawabku.
"Marsya.. marsya.. dia pasti butuh kamu agar dia bisa kuat lawan penyakitnya itu. biasanya naluri ibu dan anak itu kuat lho." nasihatnya. "aku ngantuk." jawabku. "yoweslah, "
Esok hari. semalaman aku tak tidur sebenarnya, aku memikirkan mamaku, walaupun dia bukan ibu kandungku namun, aku menyayanginya ia telah berjasa sangat sangat berjasa padaku. ia yang merawat aku dan mengasuhku. entah apa yang ada dibenaknya sehingga ia mau merawat anak seperti aku sampai sebesar ini. "Marsya.." menepuk pundakku dari belakang. "opo?" tanyaku. "ada bapakmu didepan katanya darurat." jawabnya. "Papa???" kaget.
"Marsya ayo ikut papa, kasihan mama mu sekarang lagi kritis. dia butuh kamu. ayo kita jenguk mama. Papa tau kok kamu ..." memohon padaku. "Ayo papa, aku mau jenguk mama." tersenyum. Lagi, Tiny tak ikut dia harus pergi ke sekolah. Tiny memberi tahu Guru piket kalau aku izin untuk sekolah.
mama masih terbaring di ruang ICU. aku semakin sedih melihatnya. aku sudah menganggapnya ibu kandungku. aku pun memaafkan mereka. aku terus berada disampingnya. sampai aku tertidur pulas memegang tangannya. ketika ku bermimpi, seperti ada yang mengelus kepalaku. aku terbangun. dan ternyata itu ..
"Mamaaaaaa, " sahutku dengan girang sekali.
"hai nak," sambutnya.
mama kondisinya sudah membaik. Ia pun kini sudah pulang dokter menyarankan agar mama tak usah bekerja terlalu berat untuk sementara waktu. catering-nya pun vakum untuk sementara. Papa lebih sering ada dirumah. aku? aku memaafkan mereka. aku resmi menjadi anak mereka sejak berumur 3 bulan. mereka membawa ku di sebuah panti asuhan. mereka mengasuhku karena mereka ingin memiliki seorang anak. mama mengidap kanker rahim sejak lama. dan ketika papa akan menikahi mama. papa sudah mengetahuinya dan tau apa resikonya. aku berjanji aku akan menjadi anak yang sesuai dengan apa yang kalian harapkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar