Tania, kini tinggal di sebuah Apartemen yang cukup mewah bagi dia. ya hanya dirinya. Ia sudah meninggalkan kontrakannya itu. hasil kerjanya selalu mengagumkan sehingga bosnya sangat mempercayainya dan meangkat jabatannya. Ian pun dipuaskan dengan berbagai fasilitas. namun, semua itu tak membuat ia bangkit sepenuhnya. "Tan, lo dimana?" suara Fiza nada girang. "hmm gue dikantor Za, ada apa?" nada sibuk. "lo sibuk ya Tan? bisa ketemu ntar sore? harus yah gue tunggu di cafe biasa jam 4. bye." terputus. "huuuh Fiza selalu aja kayak gini, gak liat apa, lagi repot gini." menyelesaikan pekerjaan.
Coffee Cafe. 16.00 WIB. "iiih lama banget sih lo, bete gue." ujar Fiza cemberut. "sorry, kerjaan gue numpuk itu aja belom selesai. di PR-in segala lagi." nada ketus. "yaiyalah, ..." terpotong. "eh lu mau ngapain sih ngajak gue kesini segala?" nada penasaran. "iiih pake motong-motong segala. gue ngajak lu kesini karena gue punya kabar gembira buat lo." nada sangat girang. "Hah??? apa?? apa? Joko?" penasaran. "yaelah, gue pikir udah 7 tahun gak ketemu, usia lu udah 25 tuh udah lupa.ternyata..." memainkan bibir. "iiih apa sih. yaudah apaan?" nada biasa saja. " Tan, gue hamil." nada semangat,girang, bahagia. "Wah???? serius lo??? lo udah kasih tau suami lo?" nada kaget. "yaudahlah suami gue harus jadi orang pertama yang tau berita ini. dan lo orang keduanya. Tan gue bahagia banget, rasanya bakal makin sempurna setelah kelahiran anak pertama gue ini." raut wajah serta senyuman yang semakin mengembang diwajah Fiza, terasa ganjil didepan Tania. "gue turut bahagia gue seneng lo seneng Za. jaga baik-baik kesehatan lo sama janin lo. inget sekarang ada bayi dirahim lo."nasihat Tania. "iya iya, gue pasti jaga dia gue kan ibunya," tertawa geli. "Za gue balik yah. sore nih." keluh Tania. "yaah lu makin gak seru aja yah. kenape sih buru-buru banget gitu?" sinis. "sore Za, lo juga musti cepet balik suami lo ntar nyariin lagi. dia tau kan lo lagi hamil khawatir nya pasti double." nasihat kedua Tania. "iya iya." cemberut. "gue anter lo yah Za." tawar Tania. "hmm gausah Tan, gue dijemput sama suami gue, nih gue mau nelpon dia sekarang." tangannya dengan cepat menekan tombol di handphone. "yaudah gue balik duluan yah, bye. see u oke." meninggalkan Fiza. "okeee." sambil menelepon.
Tania memang meninggalkan Fiza dari cafe itu, namun bukan untuk pulang tapi....
"Danau ini gak ada bedanya, senja didanau ini tetep kayak gini Jok." ujarnya.
"masih inget gak sih lo, tempat ini? kangen gak sih lo sama gue? lo udah nikah?" menendang kerikil.
"entah Jok, entah gak tahu kenapa gue gak bisa membuka hati gue buat pria-pria yang ada didepan gue. gue terlanjur sayang sama lo Jok. tapi lo..." air matanya meleleh. "Jok, kenapa sih gue gak bisa lupain lo? kenapa? gue benci gue terlalu cinta sama lo. gue benci gue gak bisa lupain lo, gue benci lo Jokoooooo.... arghhhhhh...." terduduk air matanya bercampur dengan emosi.
"Tan......."
"Bahkan suara lo, gak pernah bisa lari dari telinga gue. hutang apa sih Jok gue sama lo?salah gue cinta sama lo? lo emang keterlaluan Jok. sampe buat rasain apa yang Fiza rasain gue gak bisa gue gak bisa cinta sama pria lain Jok. ngerti gak sih lo?" merintih.
"Tan......"
"pergi lo Jok, pergi Joko Suryooo. gue benci lo. pergiiii. pergiiiii. pergiiiiiiiiii." rintihannya semakin keras.
"Tania......"
"Tuhan, adilkah semua ini bagiku? setelah kau hancurkan keluargaku? lalu? sekarang diriku? gak adil.. ini gak adil." tangisannya semakin terisak.
"Tania......." memeluk Tania.
"bahkan gue bisa ngerasain pelukan lo Jok. puas lo bikin gue kayak gini? puas? PUAS??" mengerang.
"Tan, ini gue !" nada tegas. tangisannya terhenti. dan.....
"Joko???" kaget setengah mati. "ini gue Tan, gue Joko Tania. Joko Suryo. ini gue. si cupu bulian lo." menegaskan sekali lagi. "gak gak mungkin gue gak percaya gak mungkin, pergi lo. pergiii. pergiiiii" menjauh.
"Tan, ini gue. ini beneran gue. gue Joko, Tan. Joko !" tegasnya lagi.
"sampe kapanpun gue gak percaya lu Joko, Joko udah mati ! " menunjuk-nunjuk.
"gue belom mati Tan, gue disini. gue kangen sama lo. gue kangen sama lo. gue kangen sama lo !" memegang pundaknya. "Arghh !!! pergi lo. lo bukan Joko." mengerang. "Nih Tan, gue bakal buktiin kalo gue Joko. Joko Suryo. lo tunggu disini yah." Joko kembali ke mobilnya entah untuk apa. tiba-tiba......
"masih inget Tan sama ini?" Joko dengan penampilannya seperti masa SMA.kaca mata bulatnya, sepatu pentopel hitamnya yang selalu cling, celananya yang diatas pinggang, rambutnya yang selalu rapih tanpa ada gaya duri landaknya. "GAK !!! gue gak percaya !!!" Tania pergi meninggalkan danau itu dan juga Joko. Joko Suryo.
***
"Emang susah Jok, buat ngembaliin kepercayaan Tania. bayangin 7 tahun dia nunggu lo. dan aaaah, gue aja gak percaya sekarang lo didepan gue dengan penampilan lo yang 100% total gak ada mirip-miripnya sama masa SMA." papar Fiza. "Za please, gue butuh bantuan lo. please, gue cinta sama Tania. bahkan sebelum dia mencintai gue. gue cinta sama Tania bahkan melebihi cinta Tania ke gue. gue pun nunggu Tania melebihi waktu yang ditempuh Tania nunggu gue." raut muka penuh harapan. "hmmmm." bergumam. "ayolah please Za, please. bantuin gue Za." mengemis. "okee gue bantu lo." ujar Fiza. "Thanks Za, lo emang selalu bisa diandalkan." mengedipkan mata. " tapi ada syaratnya mulai sekarang lo dengerin kata-kata gue. gak perlu kayak dulu." sinis. "hahah oke beres."
***
"lo ngapain sih Za bawa gue ketempat ini? lo mau gue stres trus gila gitu?" nada penuh emosi.
"gue cuman pengen lo bersahabat sama masa lalu lo itu." ujar Fiza tenang.
"What???? mudah banget yah lo ngomong jangan asal. udah gue mau balik cape abis meeting."
"Eiittsss." tertahan. "penuhin permintaan gue Tan, gue pengen lo temenin gue ngeliat senja bareng disini." hampir akan pergi. "kemana Tan?"melihat ekspresi Fiza yang begitu penuh harapan membuat Tania luluh, ia selalu ingat akan jasanya sewaktu masa kelamnya, jika tak ada Fiza mungkin ia sudah menjadi tak karuan.
"indah banget Tan, kenapa gak dari dulu lo ajak gue kesini?" duduk berdua ditepi danau. "dulu, gue gak suka tempat ini. Joko yang ngebikin gue jadi suka sama tempat ini." jelasnya. "hmmm, gitu yah." nada memancing. "Za, kemaren Joko ada disini." akhirnya terpancing. "What???" pura-pura kaget. "Iya, gue gak bohong. gue gak pecaya setengah mati Za, dia sampe meluk gue lagi." melipat tangan. "kok bisa?" memancing. "mana gue tahu Za, tu anak datangnya dari mana? yang jelas dia ada disini kemaren." paparnya. "lo percaya sama dia kan?" lanjut Fiza. "yaa.. hmmm.. gue.. ya.. gue percaya-percaya aja. tapi Za, rasanya ada yang ganjil. dia beda banget sama dulu. sekarang dia gak cupu kayak dulu." menjatuhkan badan dirumput. "oh yah? bagus dong. gimana ganteng?"menopang dagu." heem, tapi gue rindu dia yang dulu." terpancing. "lo cinta sama dia?" ujar Fiza berani. "iya gue cinta sama dia." senja sudah tenggelam. "pulang yuk, suami gue ntar nyari." ujar Fiza. "heem." mengangguk.
***
"dia cinta sama lo, dan mungkin aja dia berharap lebih sama lo. tapi dia butuh waktu buat percaya sama keadaan. keadaan lo dateng tiba-tiba dan dengan penampilan yang kayak gini." papar Fiza.
"oke, gue bakal buktiin ke Tania kalo gue bener-bener asli Joko. gue bakal binin dia percaya." penuh semangat. "baguslah, gue cuma ngingetin lo. jangan pernah nyakitin dia."
"gak akan." nada meyakinkan.
***
setiap hari Joko mengirim mawar putih ke Apartemen juga Kantor tempat Tania bekerja. setiap hari pada jam makan siang pun Joko mengirim camilan kecil untuk Tania ke kantor Tania.tapi, itu semua biasa bagi Tania, karena sudah banyak pria yang melakukan hal semacam itu untuk mendekatinya. akhirnya, Joko mengganti plannya. setiap hari ia mengirim surat ke rumah dan ke kantor Tania. setiap hari, karagan bunga, parcel makanan atau buah-buahan, coklat, tumpukan surat, menjadi kerja tambahan security apartemennya. "Non, dari siapa sih semua ini? fans-nya banyak sekali, apa gak ada yang cocok?" kebingungan. "hmm, ini hanya orang-orang usil Pak." ujarnya tenang. Joko pun tak letih ia melakukan berbagai cara, agar pikiran Tania dapat terpancing menuju dirinya. dan membuatnya yakin kembali pada Joko. undangan makan malam pun diabaikan oleh Tania. padahal itu undangan undangan sudah untuk yang ke-10 kalinya.
"gue gak tahu gimana lagi." kebingungan. "lo nyerah? tinggalin aja. balik lagi sono ke London." ujar Fiza menuangkan juice ke gelas. "gak mungkin gue nyerah. " penuh ambisi. "jadi?" alisnya terangkat. "gue tetep maju." lantang Joko mengucapkannya. "yaa bagus." tumpas Fiza.
***
"iiiiiih ini orang lama-lama bikin gue pusing deh, undangan makan malam muluuuu. gak tahu gue sibuk apa. dasar orang gak penting !" ujar Tania pada Fiza lewat telepon." makanya buruan dapet jodoh, biar gak banyak yang godain. hahahha." meledek. "lo lagi sama aja nyebelinnya." cemberut. "Tan..tan. lagian kalolo gak mau idupkayak gitu. apa salahnya lo penuhin maunya dia buat makan malam. sekalian tuh lo bilang sama dia biar gak ganggu lo lagi. clear kan?" mencoba memberi solusi yang pantas." hmmm ide lo boleh gue coba tuh. yaudah bye Fizaaaa." terputus. "yaelaah. syukur deh dia kepancing lagiii, ya kan sayang?" ujar Fiza. memegang perutnya yang semakin membesar.
"Nah, ini dia nomor teleponnya." menekan tombol dengan cepat.
"Hallo." seorang pria.
"Ya, ini dengan orang yang suka ngirim surat ke Apartemen saya?" tegas Tania.
"oh ya, tentu. jadi kau mau?" terpotong.
"Ya, Music Cafe. pukul 8." terputus.
nun jauh disana, pria itu tertawa dengan girangnya...
***
"lama banget sih, bernai-beraninya dia bikin gue nunggu." melirik sekitar. pandangannya tiba-tiba terjatuh pada sebuah sudut tepat arah jarum jam 2.
"Hai maaf sudah lama membuatmu menunggu." tersenyum.
"Maksud lo apa? heuh. apa?" kembali tegang. "please, Tan. kasih gue waktu sedikit aja buat ngejelasin semuanyake lo." meyakinkan. "Hah??? 7 tahun cuman buat ngejelasin. gak butuh !!!" meninggalkan Joko. "Tan... Tan... jangan sesali diri lo sendiri Tan." langkah Tania terhenti. "Tan, gue tau lo Tan. kasih gue kesempatan." Tania kembali melangkah. "Gue udah ngira Tan, bakal kayak gini." ujarnya.
***
Mobil sport merah Joko melaju kencang.meninggalkan Cafe itu. entahlah apa yang dipikirkannya sekarang. bandara atau Tania? yang pasti dia dipenuhi dengan rasa kekecewaan. rasa penyesalan yang dalam. tangisan Tania, kekecewaan Tania yang mendalam padanya menjadi duri bagi dirinya sekarang. Ia sesali mengapa ia tak mengelak permintaan ibunya waktu dulu. Ia sesali mengapa ia tak kembali ketika setiap hari ia rindu pada Tania. ia sesali mengapa ia tak jujur ketika perasaannya tak bisa memudar pada Tania. Ia menyesali segala-galanya. ia benci untuk mengingatnya, namun semua itu seolah menjadi duri bagi masa depannya. terbayang kecemasan, kesedihan yang dirasakan Tania akan kepergiannya yang tiba-tiba. mobilnya semakin kencang. ia terbayangkan bagaimana kuliah Tania berantakan hanya karena mencari dirinya. orang di masa lalu Tania. mobilnya semakin semakin kencang. Ia semakin terbayang ketika keakraban muncul begitu saja, tanpa mereka sadari dan tanpa mereka rencanakan. hingga akhirnya..........
***
"Pak Marhan dimana diaaaa?" tangisnya terisak. "Mbo Minah dimana?" seluruh tubuhnya membeku. "Za dimana?" tubuhnya terduduk, rasa penyesalan timbul kembali. "Tan, tenang." merangkul dan memeluknya. "Za... Za.... Za...... gue... gu..gue... gak mau balik. ke... ke... mas..masa ...lal..lalu Za. gak mau." mengerang. "hey lu udah dewasa. harusnya dari masa lalu lo itu lo bisa belajar. udah sabar, dokter lagi usaha. lo berdoa. lo berdoa buat dia." pelukannya semakin erat. "Za gue nyesel Za,gue nyesel Za. nyesel. gue cinta dia Za."
"iya udah. sabar lo berdoa yah. tenangin diri lo. sabar yah sabar. dokter lagi usaha Tan, lo bantu dia, lo kuatin dia." berusaha menguatkan.
***
Joko koma. ia mengalami kecelakaan yang sangat mengenaskan Mama dan Papanya menyusul untuk melihat keadaannya. setiap hari Tania tak lelah menjenguk Joko. mengajaknya mengobrol, bercanda, tertawa, walaupun ia tahu entah Joko mendengarnya atau tidak. ia selalu memberi Joko semangat agar Joko bisa bangun, walaupun sebenarnya hatinya sangatlah runtuh. Mama dan Papanya mulai mengenal Tania. karena saking seringnya Tania menjenguk Joko. pergi ke kantor, ketika makan siang, sepulang dari kantor, ketika akan tidur, itulah jadwal Tania menjenguk Joko setiap harinya. namun, Joko tak pernah bangun.
***
sudah hampir 1 bulan lebih Joko koma. harapan Tania pada Joko lambat laun haruslah dienyahkan. tak bisa diprediksi bagaimanakah atau kapankah Joko akan bangun. namun Tania tetap setia,menemaninya dan menjenguknya. semua itu mengundang kekhawatiran Fiza. ia takut temannya itu depresi lagi. ia sangat menyayangi Tania. "Jok, lo bangun yah. gue pengen nyuapin puding kesukaan lo. bangun Jok." ujar Tania.namun Joko tetap diam.
***
koma yang dialami Joko sangatlah panjang. hingga dokter menawarkan sebuah keputusan pada orang tuanya. katanya semua sistem dalam tubuh Joko sudah tak berjalan hanya detak jantungnya masih bekerja. semua ini sulit bagi orang tua Joko, apalagi berat bagi Tania. penyesalan apa lagi? 2x Tania harus mengalami hal yang hampir sama. ditinggalkan tanpa sebab, dan cinta yang tak kunjung terungkap. hingga pada akhirnya.
"Joko, aku sangat mencintaimu. aku mencintaimu dengan caraku. kata-katamu itu benar, aku sesali sangat kusesali. penyesalan ini mungkin akan menjadi duri bagiku tuk selamanya. kau perlu tahu Joko aku mencintaimu. tanpa kurang apapun, kau harus tau. Aku menunggumu." bibirnya jatuh dikening Joko. saat itu entah kejutan apa, air mata Joko menetes mengenai jari Tania yang sedang memegang wajahnya. sontak, membuat kaget. dokter dipanggil. demi sebuah kepastian, dokter kembali mengecek. semua orang termasuk Fiza, Mbo Minah, Pak Marhan, Mama dan Papa Joko turut cemas diruang tunggu. tak lupa suami Fiza pun ada mendampingi Fiza. berjam-jam mereka menunggu. apalagi Tania. bahkan berhari-hari pun mungkin ia rela menunggu. balutan doanya terkirim rapih menuju Sang Maha Esa, berharap takkan ada lagi penyesalan baginya. berharap akan lebih baik dari ini. dan jika tidak ia berharap bisa menerimanya. semua dibuat dilema. hanya keajaiban tuhan yang mereka tunggu. hanya pada-Nya. Sang Maha Kuasa dalam membolak-balikkan kehidupan.
***
"Jokoooo, lu liat deh ikannya gede-gede."teriak Tania pada Joko. "Mana? Mana?" memindahkan pancingan. "Eitsss bagian gueee." ujar Tania. Mimpi itu membangunkannya, juga Fiza. "Tan tidur dikursi aja yah dingin ini lantai." Fiza yang penuh perhatian. "enggak Za, gue gak mau. biar gue disini deket pintu ini. supaya Joko tahu gue selalu ngedampingi dia." tegasnya. "yaudah pake jaket yah?" lagi penuh perhatian. "enggak, biar Joko tahu. gue akan berusaha buat dia dan gak akan ada lagi penyesalan." tegasnya lagi. "Tan.. please. gue sayang sama lo. lo sayang sama Joko dan Joko pasti sayang sama lo." hatinya tersentuh.
***
"Udah sampai, sekarang yuk taburin umpannya. sini aku dorong kursi nya yah." ujar Tania mendorong kursi roda agak mendekat ke jembatan dekat danau. "taburin bareng yah." penuh kelembutan, Tania membalasnya dengan senyuman. "Tan," panggilnya. "Ehem?" menoleh. "Nikah sama gue yah?" tawarnya. Tania tertawa seakan tak percaya. "cepetan jawab, ntar lo nyesel lagi lhooo." godanya. "hahah lo tuh mancing gue mulu."
"serius Tan," menegaskan. "siapa takut." tersenyum. "Hey Tan, tunggu. gue gak bisa lari."
***
Karena ku tak tahu kapan kau kan menoleh kebelakang, melihatku, dan memanggilku.Lagi.