Rabu, 18 Desember 2013

Your Promise (2)

"jadi kaka hari ini gak bisa pulang?" ujar Tania lewat telepon genggam. "ya begitulah, kerjaan kaka numpuk Tan, kamu sih dapat untung bisa libur. kaka sedang kejar target Tan, pengen beli rumah buat kalian disini biar kaka gausah bolak-balik terus." curhat Tomi pada adiknya Tania. "kasihan Tami dong kak, ayolah pulang. dia pasti pengen kaka pulang kangen tuh.." rayunya. "Tan, kaka juga pengen pulang tapi kan ini nanti jadi terbengkalai, gimana kalo bos kaka marah. hayo cobaa tanggung jawab kau yah." candanya. "hisss.. kaka ini yaudah deh. selamat bekerja kakakuu." menyemangati. "selamat berlibur adikku."
***
Dipersimpangan jalan itu. "Brukkkkk.." dentuman tumpukan buku yang kini tergeletak ditrotoar jalan. "Ma..Ma..mm.maaf mba..." ujar Tomi menjauhkan telepon genggam dari telinganya. "Iya..iya tak ap.... Kamu???" nadanya meninggi. "Kamu??????" ujar Tomi kaget juga. "Karin????" semakin tercengang. "Tom...Tomii.." merendah. "Karin, kau masih mengenalku? Ya Tuhan. lama sekali kita tak bertemu. kau dimana? sedang apa? mau ke...." terpotong. "kamu ini masih sama bawelnya ya, nanya ya satu-satu. aku jadi bingung.  tentu saja aku masih mengenalmu." ujarnya santai. "hahaha maafkan aku, kau mau kemana?" menepuk kening. "aku baru selesai makan siang, sekarang aku harus balik ke kantorku." mengangkat alis. "kau semakin cantik Karin, Karin aku rindu kamu." nada halus. "ku kira masih bukan saatnya Tom," melipat bibir. "Apakah kau..." terpotong. "Tentu aku masih ingat janjiku padamu.." meyakinkan. "wajahmu itu masih yang dulu, dulu saat kau berjanji padaku. masih sama hehe." tersenyum tipis. "kau tidak mempercayai aku lagi?" keningnya mengerut. "hmmm, entahlah semenjak kau hilang bak ditelan samudera. kurasa ...." terpotong. "ada yang lain?" serius. "Tom, aku harus balik ke kantor nanti bos-ku marah." cemas. "oke aku tunggu minggu malam pukul 19.00 di Chocolate Cafe. ok?" mengangkat kelingking. "hmm akan kuusahakan. daaah..." membalasnya dengan lambaian.
***
"Iya, dia sekarang berubah padaku." curhat Tomi pada temannya Dicky. "Lalu?" tanya Dicky. "kuajak dia untuk bertemu. mungkin dia agak kecewa karena lama sekali aku tak memberinya kabar sehingga dia mengira aku mengingkari janjiku padanya.." melihat ke arah jendela kaca.
***
"Terima kasih Tom, atas kerjamu atas semua keringatmu untuk perusahaan ini." ujar bos-nya merasa puas. "sama-sama Pak, terima kasih bapak telah memberi saya pekerjaan yang saya amat senangi." ujarnya. "aku berjanji pada ayahmu Tom, kau sudah kuanggap layaknya anak sendiri. aku berjanji padanya akan menjaga keluargamu, sebagaimana ia telah ....." terpotong. "maaf bapak, ada client yang ingin bertemu bapak." ujar Mira sekretaris pribadinya. "Oh iyah sebentar, Tom saya harus pergi dulu. sudah ku kirim bonus hasil kerjamu itu." mengenakan jas. "h..ha..hmm.. te.. terima kasih pak." termangu. 
***
"ibuuuu kak Tomi pulang......" teriak Tami dari luar rumah. "mana nak mana?" mengenakan jilbab. "Tomi, subhanalloh anakku...." berpelukan. "ibu aku kangen." ujarnya. "apalagi ibu Nak.." mengusap punggung anaknya. "Yeeee kaka pulang jugaa..." ujar Tania dari belakang. "Tania? cantik sekali adikku ini." berpelukan. "aku?" sahut Tami kesal. "ahaahha apalagi adikku yang mungil ini tak nampak wajah SMA-nya serasa masih Tk hahaha..." canda kakanya. "isssss..." kesal. "Bu, esok lusa kita tinggalkan rumah ini yah.." ujar Tomi serius. "Kau sudah beli rumah Tom?" tanya ibunya. "hmm begitulah bu, rumah kecil-kecilan namun inshaallah cukup untuk kita semua.." jawabnya. "tapi.. ibu tak ingin tinggalkan tempat ini Tom, rumah ini jadi sejarah perjuangan Ayahmu dan Ibu, lagian Ibu tak ingin jauh-jauh dari makam bapakmu.." balas Afifah. "rumah itu buat keluargamu kelak,Tom" lanjut Afifah. "hahaha.. ibu ini masih bbanyak yang harus kukejar bu, belum cukup." memerah. "26 tahun belum cukup?" tanya Afifah. "bukan itu bu, aku belum siap" semakin memerah. "lantas janjimu pada wanita itu?" canda Afifah. "iss ibu ngaco ah, yang mana bu? hehehe tidak ada. nantilah jika sudah saatnya akan kuantarkan dia kehadapan ibu, Tania, dan Tami." ujarnya mantap. 
***
minggu malam pukul 19.00 WIB. 
I could make you happy, 
make your dreams come true. 
Nothing that I wouldn't do
.Go to the ends of the Earth for you, 
To make you feel my love
 To make you feel my love
penyanyi cafe itu membawakan lagunya dengan syahdu dibawah dentuman hujan pada bumi. namun Tomi belum juga melihat batang hidungnya. "Aduh, kenapa aku bisa lupa.. tak meminta nomor teleponnya." menepuk kening. satu per satu tamu Cafe berdatangan ada yang sengaja ada yang tak sengaja lewat dan tergiur wanginya hot chocolate dibawah hujan, ada juga yang hanya untuk melindungi diri dari hujan. namun semua itu bukan yang Tomi cari. seorang wanita dengan mantel pink dan kaus putih rambut lurusnya terurai begitu lembut, hampir saja mengagetkan Tomi. namun, masih bukan yang Tomi cari. 
minggu malam pukul 20.00 WIB.
 Cause there'll be no sunlight 
If I lose you, baby 
There'll be no clear skies 
If I lose you, baby 
Just like the clouds, My eyes will do the same if you walk away 
Everyday, it'll rain, rain, rain 
lagu kedua yang dibawakan penyanyi Cafe. bertubuh kurus memakai boots cokelat dan jaket beludru, didampingi sang guitarist menambah syahdu suasana Cafe malam itu. Ia masih mencari, dimana? dimana? tanya Tomi pada pikirannya. seorang wanita bertubuh kurus, dengan sepatu kets biru jaketnya membalut tubuhnya, bibir tipisnya nampak merah merona, matanya menyala bak ada api didalamnya. bukan dia yang Tomi cari. "aku akan tetap menunggumu, aku akan membuktikannya padamu. Karin...." ujarnya pelan.
Wherever you go
Whatever you do
I will be right here waiting for you
Whatever it takes
Or how my heart breaks
I will be right here waiting for you
lagu ketiga yang menemani kesunyiannya di malam minggu pukul 21.00 WIB itu. "kau menunggu seseorang tuan?" tanya seorang waitress pada Tomi. "Iyah, toko ini tutup pukul 24.00 bukan?" tanyanya. "tentu tuan, apakah tuan ingin memesan sesuatu?" tanyanya kembali. "tidak saya akan menunggunya dulu.." jawabnya. Ia rasanya mulai menyerah. Tomi menundukan kepalanya dan menyenderkannya pada meja. "sudah lama?" seseorang seperti bertanya pada Tomi. ketika ia mengangkat wajahnya dan.. "Karin? kupikir kau takkan datang.." wajah sumringahnya nampak. "hmm, aku sudah bilang akan kuusahakan. hmm sudah lama kau menungguku?" tanyanya. "hmm tak lama hanya 2 jam-an lah.." mereka tertawa berdua. malam itu menjadi malam yang pertama dari pertemuan mereka setelah beberapa tahun terpisah. "jadi?" tanya Tomi. "entah, aku takut untuk mempercayaimu.."balas Karin. "kau tak perlu takut. kini ku memenuhi janjimu bukan?" balas Tomi. "tapi kupikir kita harus melupakannya" terasa sunyi. "mengapa? kau tak menginginkanku lagi?" Tomi keheranan. "hmm, perpisahan yang terlalu lama membuatku sulit untuk mengenalmu kembali. kau serasa asing bagiku." tersenyum tipis. "tapi ini masih aku, Tomi yang kau kenal dulu." menegaskan. "kau punya yang lain?" cemas. "tidak, bukan itu. tak ada siapapun setelah kau meninggalkan aku dulu. aku berusaha menjaganya untukmu, tapi, kukira sekarang berbeda..." hanya dentingan hujan yang terdengar. "apa yang berbeda?" semakin cemas. "sudahlah, aku harus pulang. besok aku harus bekerja. terima kasih untuk malam ini." berusaha tersenyum ramah. "hei.. tunggu akan ku antar kau pulang.." Karin hanya membalasnya dengan lambaian dengan membelakangi Tomi seraya berjalan keluar Cafe. 
***
sepertinya, malam minggu di 1 bulan lalu itu menjadi pertemuan terakhir mereka. Tomi tak pernah bertemu dengan Karin lagi. sempat terpikir bagi Tomi untuk melupakannya, namun wanita itu malah semakin teringat dipikirannya. "Tom, kau ini sudah mapan sekarang. mudah bai kau untuk mencari yang lain selain dia.." nasehat bos-nya. "hmm entahlah Pak, namun dia berbeda bagi saya." bergumam. "kalau begitu kejar hingga kau lelah. hahaha.." candanya. "ayo Nak, kita punya meeting penting." ajak bos-nya. "Baik pak.." membungkuk.
***
iya aku harus mengejarmu hingga ku benar-benar letih dan hingga kau benar-benar bosan  dan pada akhirnya kau bisa melihat betapa aku sungguh-sungguh padamu... tekadnya membulat didalam hati. banyak wanita yang berusaha mendekatinya namun tak bisa meluluhkan Tomi, bahkan Dicky temannya berusaha mencarikannya wanita. namun, mereka bukan yang Tomi inginkan. "kau sekarang sudah 27 tahun, ibumu marah-marah padamu bukan? adikmu saja sudah mau lamaran kan?" ujar Dicky pada Tomi. "entahlah, sepertinya mataku buta untuk melihat yang lain.." balasnya. "alah kau ini lebay sekali, sekarang wnaita tak ada yang tak cantik. kau pun sudah mapan. rumah oke, mobil pun sekarang kau punya, siapa yang tak ingin?" rayu Dicky. "jangan kau pikirkan nasibku, pikirkan si kecil anakmu itu saja..." balas Tomi. "Hei.. kau...." kecam Dicky. "Mau apa?" membelakangi dan meninggalkannya. "Tunggu aku." teriak Dicky dari belakang. 
***
"hmm beli mie, terigu, telur...." Tomi membaca deretan kebutuhan pokok yang harus dibelinya. Hari minggu yang cerah setelah ia lari pagi ia sempatkan ke supermarket untuk membeli beberapa kebutuhan yang mulai kosong didapurnya. "ini mbak..." menyodorkan kaleng susu yang berusaha diraih oleh wanita hamil didepannya. "oh..eh.. terima....." kaget. "trenggg...." kalengnya jatuh. "Karin?" mata Tomi terbelalak. "Ada apa sayang?" seorang laki-laki bertubuh atletis, tinggi, putih, dengan setelan santai menghampiri wanita hamil yang ada didepan Tomi itu. "hmm ti.. tidak.." jawab Karin kaku. "oh iyah terima kasih mas." pria itu pada Tomi. Tomi masih mematung. namun pikirannya sadar terhadap apa yang dilihatnya tadi. Karin meninggalkan Tomi bersama pria itu. bibirnya kaku. kaku untuk berkata. matanya kaku. kaku untuk berkedip. ia tak mungkin tak percaya.
***
"ada apa Tom?" tanya bos-nya."Tidak pak, maafkan saya. saya hanya rindu pada keluarga saya dikampung. jadi saya ingin pulang dulu, saya pasti akan cepat-cepat pulang untuk kembali bekerja." janjinya. "hmm baiklah, 1 minggu cukup ok Tom." balas bos-nya.
***
"kaget ibu liat kamu depan pintu, kenapa tak kabari ibu dulu Nak, ibu kan bisa masak dulu buat kamu." memotong sayuran. "ah ibu tak usah , aku hanya lelah. aku butuh istirahat bu.." balasnya menuju kamar tidurnya. Ia membiarkan tubuhnya terbaring diranjang. matanya lurus menghadap ke langit-langit. pikirannya masih melayang pada wanita hamil yang ditemuinya. Ya, Karin. Ia berbohong pada Tomi. ternyata ada sesuatu yang tak dijelaskan oleh Karin pada Tomi. "ya gitu Tom, ternyata pas lo ketemu dia di Cafe itu, dia udah nikah. malah pas pertama kali lo ketemu dia ditrotoar dia juga udah nikah. mungkin pas ketemu lo di Cafe dia udah hamil cuman gak keliatan, mungkin juga dia gak mau dianter pulang karena dijemput suaminya... "papar Dicky lewat telepon genggam. "lo gak kerja?" tanya Tomi. "jam makan siang bro, tuh info update banget dari temen deketnya Karin dulu pas SMA." Dicky terus membahas soal Karin namun Tomi hanya mendengarkan dan menanggapinya pada hal lain. mungkin malas untuk mengingat apalagi membahas tentangnya.
***

Selasa, 17 Desember 2013

Your Promise

"ku berjanji, kan berjumpa dengan sepasang mata itu." menyibak air matanya. "tap..tap..tapi.." terisak. "sudah sekian kali ku berjanji padamu dan selalu kutepati, bukan?" meyakinkan. dia hanya bergumam.
***
"Permisi pak, ada yang ingin bertemu dengan bapak." agak membungkukan badan. "oh iyah, suruh dia masuk, aku sudah janjian dengannya." melepas cerutu. "Pak.." tersenyum ramah dan berusaha sopan. "wah..wah.. Tomi. rupanya kau sudah.. hmm hahahha, mari-mari duduk." memegang pundaknya dan mempersilahkan untuk duduk. "Kau mau menagih janjiku bukan?" ujarnya. "hmmm, saya kira..." terpotong. "tidak mungkin, mana mungkin saya sia-siakan orang pintar sepertimu, Tom. mana mungkin saya lupa janji saya sama bapak kau itu, hahaaha."berdiri dan menghadap ke arah jendela kaca. "jadi bagaimana bapak?" tanyanya ramah dari belakang. "Tak usah risau nak, besok kau mulai bekerja." memegang pundaknya. "benarkah itu pak? te..terima kasih pak." berangkulan.
***
Menjadi tenaga perencana dan operasional industri pertambangan mungkin akan menjadi awal permulaan sumber penghidupannya. Tomi anak pertama pasangan Guntur dan Afifah adalah anak yang teramat cerdas yang lahir dari keluarga kalangan biasa. Awalnya Alm.Guntur ayahnya, tak yakin jika Tomi bisa melanjutkan pendidikannya. namun kerja keras Tomi dalam belajar mengantarkannya pada sebuah keberuntungan. Ia diterima di Fakultas Teknik Geologi Universitas ternama di Indonesia tanpa biaya sepeser pun. Adiknya Tania dan Tami. Mereka pun tak kalah cerdas layaknya kakaknya Tomi. Namun nasib mereka tak segemilang nasib Tomi. Tania dan Tami sempat putus sekolah. waktu itu Guntur ayah mereka meninggal akibat penyakit jantung yang dideritanya. Tania tak bisa melanjutkan bangku SMA begitu juga Tami terpaksa putus sekolah dari bangku SMP. Afifah hanyalah buruh cuci, penghasilannya tak cukup untuk membayar segala kebutuhan Tania, dan Tami. begitu pun Tomi walaupun mendapatkan banyak beasiswa tentunya Afifah tak lepas untuk membiayai kebutuhannya. kematian Guntur, sangat mengiris kehidupan mereka. Tomi sempat berfikir untuk berhenti kuliah dan mulai mencari pekerjaan. namun Afifah melarang keras "Nak, kamu ini sudah hidup susah mau putus sekolah. apalah arti hidup Nak, tak mau ibu jika kau harus miskin harta juga miskin ilmu. biarlah rezeki Allah Ta'ala yang ngatur. ibu yang ikhtiar, kau pun berusaha agar sukses kelak bisa sekolahkan adik-adikmu ini." tegur Afifah 5 tahun yang lalu. Akhirnya solusi terbaik Tomi ialah bekerja sambil kuliah. Ia bekerja disebuah cafe malam. Tak jarang jika Tomi waktu itu sering jatuh sakit akibat kelelahan. Namun, itu semua tak menghalangi tekadnya. upah, hasil Ia bekerja ditabung untuk membiayai adiknya sekolah. Alhasil dengan kerja kerasnya Tania dan Tami bisa kembali sekolah. Kisah perjalanan kehidupannya tak selalu semata-mata untuk membela keluarga tercinta. Ada selipan kisah menarik darinya, masa itu telah tiba ketika ia harus merasakan bagaimana rasanya mencinta dan dicinta. Karin adalah cinta pertamanya. Tomi bertemu dengan Karin dikantin kampus. Karin adalah mahasiswi fakultas gizi masyarakat. sejak pertemuan itulah perjalanannya kian berwarna.
***
"Apa??? Kau keterima?" lewat telepon genggam pemberian Dosennya dulu, Ia bisa menghubungi keluarganya kapan saja. "Ia Kak, Alhamdulillah Tania bisa sekolah kayak kakak." nada girang dan nampak sumringah jelas terdengar. Tania sengaja meminjam telepon genggam sahabatnya untuk mengabari Tomi bahwa ia diterima di Perguruan Tinggi Negeri ternama Fakultas Farmasi dengan nasib yang sama seperti kakaknya tanpa biaya sepeser pun. "Alhamdulillah, kamu harus bisa manfaatin kesempatan apapun itu, ok?" ujar Tomi. "iyah kak, doakan aku ya kak." balasnya. "Pastinya Tania, kabari Ibu kalau kaka juga sudah diterima bekerja. doakan kaka biar bisa membeli rumah disini dan memboyong kalian kesini." ujarnya. "Alhamdulillah kabar baik, pastinya kak Tania kasih tau ibu. pasti ibu seneng banget kak."
***
2 tahun berlalu. Tomi sangat menggilai pekerjaannya itu. Ia memang cocok dibidang tersebut. tak jarang bos-nya selalu memuji hasil pekerjaannya. Ia bekerja dengan gigih dan sungguh-sungguh. karena apa? karena Ia harus menjemput sejuta impiannya. "Nak, kapan kau pulang? kayak malin kundang aja ibu ditinggal sama Tami. ibu kangen." lewat telepon tetangga. "Iya bu, tunggu yah bu. Maafkan Tomi bu, belum bisa pulang." ujarnya lembut. "Kau jangan kirim uang banyak-banyak, nanti disana kau kelaparan nak." cemas. "Alhamdulillah bu, kan kata ibu rezeki sudah ada yang ngatur. tabung saja bu untuk Tami. nyusul kelak seperti aku dan Tania hehe." ujarnya. "iya,iya, ibu juga tabung itu. Tania juga Tom, gaaaakk pulaaang pulaaaang, ibu cemas hp-nya susah dihubungi cuman kirim ibu sms lewat Bi Marni." benar-benar cemas. "Doakan bu, mungkin Tania sedang kejar targetnya agar cepat-cepat lulus dan bekerja jadi bisa bahagiakan ibu." menenangkan. "kalian itu sudah jadi hafalan wajib dalam setiap doa-doa ibu." ujar Afifah. "Alhamdulillah terima kasih bu." balas Tomi.
***
4 tahun berlalu. Tomi semakin mapan dibidangnya. tabungannya semakin berlimpah. namun itu semua semakin membuatnya gigih bekerja. "Kaka cepet pulang aku gak mau tau, wisuda ku harus ada kaka." Tania cemas lewat hp barunya yang dibeli hasil dari nabungnya itu. "iyah iyah Tania sayang adik kaka yang bawel, kaka juga sudah beli baju khusus buat wisuda Tania nanti." balasnya sambil sibuk ini-itu terdengar hiruk-pikuk aktivitas mungkin para karyawan. "ibu juga kemarin beli kebaya baru lho kak bagus deh ibu cantik makin muda hehehehe." pujanya. "yasudah kaka harus kerja nih, nanti kalo jam makan siang ditelpon lagi ya. Assalamualaikum."
***
Akhirnya nama Tania Adinda Guntur Afifah telah dipanggil. Ia kini sudah mempunyai gelar. wajah sumringahnya sangat khas, senyum dari bibir tipisnya lebar membuat matanya tampak menyipit. tangis bangga dan haru dari Afifah tergenang. Ia bangga melihat anaknya itu. keberhasilan Tomi dan Tania membuatnya semakin teringat pada Almarhum suaminya. "Taraaaaaa nih " Tomi menyodorkan beberapa tangkai bunga untuk Tania. "Asik makasih yah Kak." semakin bahagia, lalu ia memeluk ibunya. Afifah. "Ibu, Tania janji akan bahagiakan ibu, bikin ibu lebih bangga dari apa yang terjadi di hari ini." tangisnya jatuh dipundak Afifah. "Terima kasih Nak, untuk segala pencapaian dan kerja kerasmu. ibu bangga bangga bangga sekali. terima kasih Ya Allah..."

Jumat, 13 Desember 2013

aku ingin mencintaimu. mencintaimu dengan caraku. caraku yang tak menghujam seperti air kepada api. yang tak pudar seperti ombak kepada pasir. yang tak redup seperti senja kepada mega. yang tak sekejap seperti bulan kepada matahari. aku ingin mencintaimu, hanya dengan caraku, cara bagaimana hatiku bicara, cara bagaimana hatiku mengalun mengikuti indahnya alur perjalanan denganmu..