"Diraaaa, Diraaaa.." suara Anton terdengar begitu nyaring, berasal dari balkon kamarnya. ia tetanggaku sekaligus teman sejak masa kecilku. "Abis dari mana sih,?" melepas earphone. "Heii.... umm-mhm abis dari depan." melambai, tersenyum ragu. aku berbohong padanya. Ia selalu marah jika ku pergi ke taman tanpa dirinya. "Kok bawa sepeda?" mengerutkan kening terus menginterogasiku. "uumm-hm he..he..heheh, tadi.. umm..tadii.. tadi sekalian disuruh mamah ke mini market. iyah ke mini market." tersenyum ragu. "bener ke mini market? mana belanjaannya?" lanjut masih menginterogasiku. aku hanya mengigit bibir. "udahlah lamaa, sinih naik aku mau nunjukin sesuatu." tersenyum lebar.
***
"apaan?" tanyaku heran. "enggak ada." wajah polos. "iiiihh katanya mau nunjukin sesuatu, udah ah mau balik aja." membalikkan badan. "e..e..e tunggu dulu. sini temenin aku bikin puisi." menghalau jalan menuju pintu. "mau ditemenin apa dibikinin?" tanyaku sinis. "hahhaha dua-duanya boleh deh." tersenyum lebar. "ogah males. awas-awas-awas mau pulang nih," kesal. "yaah gak asik, jadi.. gak mau nih bener?" menggoda. "enggak." tegas. membalikan badan. "uuuhh jelek banget tu muka cemberutnya abis-abisan," menghadap ke arahku. "iiihhh bikin sebel orang aja, heuuuuhhhh tau ah." akhirnya berhasil keluar juga. "heyy, sini balik hey, wah wah wah bener gak mau nih? yahh yah yah." nada kecewa.
***
"Diraaaa, Nadiraaa, sini turun sebentar." ujar mama. "ada apa ma? kalo Anton bilang Dira nya marah." teriakku dari atas kamar.
4 menit kemudian. suara pintu membujukku agar membukanya, pasti Anton dugaku. "Apaan ayo?" membuka pintu. "Bener lu masih ngambek?" tanyanya. "keliatannya gimana?" nada kesal. "Sorry deh tadi cuman goda lu doang aja, nih tadi gue jalan sama Tio. guebeliin ini deh. mau kagak?" kembali menggoda, huh kebiasaan barunya menginjak usia remaja, mungkin kelebihan nonton ftv. "apaan nih?" agak lembut. "buka aja." ujarnya. lampu tidur, ya isinya lampu tidur. Anton menyuruhku untuk mencobanya, ketika dinyalakan lampunya berputar layaknya komedi putar bentuknya pun hampir mirip dengan komedi putar, umm-mh aku kenal dengan instrumen ini. "makasih, tapi gue gak minta llhoo." tersenyum. "ambil aja, gue sih gak kenapa. lagian masa iya aja mau gue taro di kamar."
"hahhahahahaha" tertawa bersama.
***
2 bulan kemudian sekolah kami kedatangan anak baru yang berasal dari sebuah sekolah yang lumayan ternama. Ia bernama Nafira, dipanggil Fira. beda satu huruf denganku. Ia cantik, rambutnya selalu tergerai dengan pita merah yang membuatnya semakin cantik. Ia juga cukup pintar, . namun aku tak terlalu mengenalnya dalam saat ini,
"Dira yah." seseorang dari belakang mengagetkan aku. "Eh. I,,iya." ujarku. ternyata si anak baru itu. "kenapa?" tanyaku. "enggak, aku cuman mau nanya aja kalo lomba ngebuat cerpen itu masih nerima peserta gak yah?" balik nanya. "umm-mhm coba tanya sama Bu Linda, sorry aku bukan sekretariatnya hehe." tersenyum tipis. "hehehe iyah deh nanti aku coba tanyain." menuju pintu keluar kantin.
"gaje deh tu orang." ujar Lisya. "husss, biarin lah. mungkin pengen basa basi sama gue hahaha."
***
Lomba membuat Cerpen, itu agenda Osis sekolahku diminggu ini. bekerja sama dengan guru-guru mata pelajaran bahasa Indonesia dan Pembina Sanggar Seni sekolahku. aku sangat antusias mengikutinya. sampai-sampai aku menjadi pendaftar nomor wahid. aku sangat bersemangat untuk ini. aku ingin menghadiahkan sesuatu untuk Anton, ceritanya sih pengen ngebales balik atas hadiahnya itu. sudah terlampau sering ia membuatku terkagum-kagum, maka aku ingin membalasnya membuat ia pun terkagum-kagum padaku. namun tak ku ceritakan tujuan ku ikuti lomba ini untuknya ....
"Ayo semangatlah, lu pasti bisa. tenang aja." menepuk bahuku. "iyah gue usahain." tersenyum, ku kirimkan tatapan harapan padanya. Lomba itu dimulai para peserta duduk rapih di lapangan sekolah yang begitu luas. lomba itu diadakan disana. kami diberi waktu 1 jam untuk membuat cerpen tersebut. para Suporter ataupun murid-murid dilarang gaduh atau membuat bising keadaan. jadi hanya boleh menonton saja dari kejauhan. saat itu aku membayangkan bagaimana,aku dan Anton saling berkenalan. disaat umur 3 tahun. kami bertemu di taman. Ibu ku dan ibu Anton yang membawaku dan Anton ke taman. hingga akhirnya kami bertemu. Aku menolong Anton memboyong ia pada ibu nya saat ia jatuh tergelincir di tanah yang basah. aku ceritakan semua itu di pagi ini ...
***
"pengumumannya minggu depan yah?" Fira kembali mengagetkan aku. "I..iyah." ujarku. "bagaimana tadi?" tanyanya. "ya begitulah." tersenyum tanggung. "hey." anton datang menghampiri. "Kantin yuk" ajaknya. akhirnya kami bertiga pergi ke kantin, biasanya hanya aku dan Anton. tapi tak mengapa. "Oh ini Nafira itu." celoteh Anton, meramaikan suasana. mereka asyik mengobrol setelah saling kenal. kenapa aku jadi jealous? hahhhh masa bodo masa bodo. itu yang ada dalam benakku. yah mereka asyik menceritakan hobinya yang sama itu. mereka senang bermain playstation. aku pun sama. hanya saja mungkinkini Anton, masih anteng tuk bercengkrama dengan Nafira.
***
pengumuman Lomba Cerpen ditempel di mading sekolah. aku kembali menjadi nomor wahid yang melihatnya. aku mengecek 2 pemenang Lomba Cerpen itu sayang, Nafira bukan Nadira.
"hey." Anton memecah lamunanku. aku hanya diam, malah ku alihkan badanku agar kami tak saling bertatap muka. "Tak apa esok masih ada kesempatan." menepuk bahuku. ketika ku alihkan badan tuk melihatnya. sayang, kini ia berlari ke arah Nafira.
***
sudah 3 minggu. aku dan Anton jarang bermain playstation bersama, tidak bersepeda ke taman bersama, pokoknya tidak mengerjakan kegiatan-kegiatan yang seru, asik, mengagumkan lagi, yang sebenarnya wajib untuk dikerjakan olehku dan Anton. entah kemana batang hidungnya. tak ku lihat ia di balkon kamarnya. aku sudah sering berkunjung ke rumahnya. tapi ia selalu tidak ada dirumah .... tak ada panggilan masuk lagi pada pukul 21.00 malam. kamu kemana? itu yang dipikiranku.
***
"hey." Fira mengagetkanku yang sedang melamun, menyender ke dinding di lorong-lorong kelas. "Eh..eh.. umm. hey." tersenyum tipis. "kau kenal dekat dengan Anton?" pertanyaan aneh. "Umm-mhm.. I..iya.. tentu saja. aku mengenalnya sejak berumur 3 tahun dan sekarang aku dan Anton berumur 15 tahun." jawabku.
"waktu yang cukup lama untuk saling mengenal." ujarnya. "maksud mu?" tanyaku. "akhir-akhir ini ia pun sering main ke rumahku, kami sering bermain bersama. apakah ia ingin aku jadi sahabatnya juga?" tak ingin ku dengar. "mungkin." sebenarnya aku tercengan akan hal itu, namun ku mencoba bersikap biasa saja. dengan mengambil nada yang mungkin tak mencurigakan. "Anton itu baik banget lhoo," lanjutnya. semakin tak ingin ku dengar. "baik apanya?" tanyaku. "Ia sering beliin aku hadiah." aku tak dengar. "baguslah." aku kembali ke kelas meninggalkannya di lorong, sudah cukup.
***
"that should be me ......" nada panggilan yang ku pasang di handphone-ku. tertulis Anton di layarnya. aku berusaha tuk tak menjawabnya, tapi .....
"hey Dira, lama banget sih angkatnya. " celotehnya. "hehe" hanya itu yang ku keluarkan.
"gue pengen cerita banyak nih, sama lu. banyaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkk banget." suaranya tampak girang. "boleh" dingin. Ia memulai ceritanya itu, hingga pukul 23.00 ia masih bercerita. namun bisa kusimpulkan, ia menyukai Nafira, ia meminta beberapa solusi padaku. khususnya untuk menjadi boyfriend-nya. untunglah Anton tak mendengar desah tangisku sejak ia bercerita hingga akhir pembicaraan gila tersebut. mungkin saking girangnya. terlintas dalam pikiranku, ia tak peduli tentang tatapan harapan yang ku kirimkan saat Lomba Cerpen bulan lalu. Tuhan ku tak bisa pejamkan hati ....
***
"tumben gak sama Anton Dir," ujar Lisya. "Enggak Lis, Anton banyak kerjaan." lesu. "yaudah bareng gue yuk sini." ajak Lisya. memang sudah lama aku tak pulang bersama dengan Anton, aku tahu mungkin dia sedang PDKT dengan Fira. tak usah ku ganggu.
***
"that should be me....." handphone-ku berbunyi. Anton. aku tak mengangkatnya. hingga untuk ke 20 x panggilannya aku mengangkatnya. "kemana aja lu? baru diangkat." ia masih tak mengerti. "gue tidur." semakin lesu. "biasanya lu tidur gue nelpon juga diangkat." tak ingin ku dengar. "gue gak enak badan" aku tak berbohong. "sakit???" nada kaget. sempat membuatku agak pulih, nadanya mengisyaratkan ia masih peduli. namun,
"sorry ya gue belum sempet jenguk lu, gue lagi di rumah Fira." nada girang sekali.lebih dari tak ingin ku dengar. "gue mau minum obat." menutup telepon.
***
malam itu aku memutar video. moment indahku dengan Anton. sejak kecil. tawa bercampur tangis. entah bagaimana Anton melupakannya begitu cepat. padahal kami saling mengenal dengan waktu yang sangat lama. entah mengapa aku menjadi begini. harusnya ku semakin bahagia dengan kedekatannya Anton dengan Fira. mungkin aku, hahhhh!!!! entahlah tak ingin ku katakan.
***
"Nadiraaaaaaaaaaaaaa." teriakan Anton dari lorong kelas, menjemputku yang sedang berjalan lemah. memegang tanganku yang dingin. "gue... gue... " dia gugup. aku tak sabar menantikannya. "gue.. gue... gue jadian sama Nafira." tertawa lebar, nada girang, tersenyum sangat hangat, sehangat tangannya menjalar ke ujung jemari lenganku. "gue seneng." aku berbohong.
***
hujan. hujan mengguyur bumi malam itu. larut dalam tangisku. lampu tidur pemberian Anton sejak tadi sore ku nyalakan tak ku hentikan sedetik pun. 'that should be me' yah benar 'that should be me, lagu itu sudah ku putar untuk yang ke 23 kali nya. ku menatap balkon kamarnya dari jendela. tak ada bayangan. yaa takkan ada lagi bayangan mengagumkan, tuhan redupkanlah hati ...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar